Ada Apa Dengan Majalah Tempo?
BERITAHOTS.COM - Kalau bicara majalah investigasi Indonesia yang terlintas mungkin adalah majalah Tempo. Dulu majalah ini dikenal objektif dengan penyajian berita yang enak dibaca dan dianggap perlu. Tapi kini Tempo tak ubahnya seperti Tempe, yang bisa diperjual belikan terutama oleh pemimpin redaksinya Arif Zulkifli sesuai dengan siapa yang ingin memesan ‘makanan’ itu. Entah apa yang ada di hati dan pikiran Arif Zulkifli saat ini. Ia disebut-sebut kerap menjual isu dan rela menggadaikan kredibilitas majalah Tempo yang susah payah didirikan oleh Gunawan Mohamad.
Kebusukan majalah Tempo akhir-akhir ini makin tercium karena selalu membela kepentingan kaum neolib. Kredibilitas Tempo kian hancur, selain membela agenda neoliberalisme di Indonesia, pemberiataan Tempo kerap menyerang pengusaha lokal pribumi dan pemimpin negara dengan visi nasional yang jelas. Bahkan akhir-akhir ini Tempo sangat rajin menyerang sosok Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Wapres JK yang sangat nasionalis dan membela kepentingan NKRI pun digoyah dengan isu-isu murahan.
Tempo berusaha memecah belah kekompakan pemerintahan Jokowi-JK dengan menjaga kepentingan orang-orang liberal di sekeliling Jokowi seperti Rini Soemarno dan Luhut Binsar Pandjaitan. Bahkan Tempo mengeluarkan berita murahan yang sangat menyudutkan JK pada edisi 29 Maret 2015 berjudul Kuda-Kuda Kalla. Tempo menyebut JK merapatkan barisan karena tidak diajak mengambil keputusan berkenaan dengan dikeluarkannya Perpres No 26 tahun 2015. Peraturan itu memang memperkuat posisi tawar LBP yang melebihi peran sorang Menteri Koordinator (Menko). Padahal JK sangat santai menganggapi hal ini, dan tidak khawatir sedikit pun dengan langkah licik LBP.
Tempo pun semakin gencar menyerang JK, majalah ini mengadu domba sang Wapres dan Presiden Jokowi. Pada edisi 11-17 Mei 2015 Tempo menyebut JK bersimpang jalan dengan Jokowi berkenaan penetapan pejabat kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Parahnya Tempo memfitnah JK menyodorkan nama sesorang untuk mengisi posisi itu yang kemudian ditolak Jokowi. Pada kenyataannya JK tidak pernah memberikan nama pada Jokowi, dan selalu menerima keputusan Jokowi jika berkaitan dengan posisi jabatan. Padahal dewasa ini, media-mmedia lain justru menyambut positif langkah JK dalam membantu Jokowi mewujudkan agenda nawa cita. Namun, Tempo sungguh terlihat mencolok dengan membela kepentingan Rini Soemarno dan Luhut Pandjaitan.
Anehnya, Tempo justru tidak pernah sedikitpun menyinggung orang-orang Rini Semarno dan Luhut Pandjaitan yang menguasai semua lini pemerintahan dan semua posisi strategis di BUMN. Orang-orang Rini dan Luhut yang bekerja menguras harta negara tidak pernah diangkat ke publik oleh Tempo. Terlihat sekali bahwa Tempo sangat melindungi kepentingan manuisa neolib. Misalnya Tempo tidak memberitakan bahwa pada 12 Mei 2015 mendatang Dirut BUMN Pelindo 4 di Makassar akan diganti oleh orang utusan Rini Soemarno. Sayangnya Tempo melempem seperti Tempe terhadap aksi-aksi pencurian kas negara oleh kelompok Rini dan Luhut cs.
Sebagai pembaca Tempo yang setia lebih dari 30 tahun, begitu terlihat kualitas majalah Tempo menurun drastis. Seorang tokoh pers kawakan menjuluki Tempo sebagai majlah pelukis bukan media pemberitaan. Tempo adalah tukang lukis bukan tukang foto ujarnya. Tempo menyajikan berita bukan sesuai dgn fakta atau kebenaran seperti karya foto, tapi memberitakan sesuai dengan kepentingan sendiri dan pemesannya. Apalah daya tempo kini menjadi Tempe, ibarat makanan lokal yang bahannya impor. Ada apa dengan Tempo?
Tempo yang pada masa kampanye membela Jokowi-JK sudah selayaknya mendukung agenda pembangunan pemerintah. Majalah ini ini sudah harus kembali pada semangat awalnya yaitu memberikan berita bernilai yang enak dibaca dan berintegritas. Tempo harus dibersihkan dari orang-orang yang pro asing dan pesanan kaum neolib. Jika terjadi kehancuran pada majalah ini, bukan Tempo yang merugi tetapi rakyat Indonesia yang akan kehilangan media paling kredibel dan berani.
[Sumber : kompasiana.com]
Post a Comment